Budaya Patriarkhi dan Kesetaraan Gender

BUDAYA PATRIARKI DAN KESETARAAN GENDER (Review Artikel Jurnal-Luthfia Rahma Halizah , Ergina Faralita. Jurnal WASAKA HUKUM, Jendela Informasi dan Gagasan Hukum, Vol.11, N0.1, Hal 19-32, 2023)

Oleh: Indhira Resky Imandari

Artikel ini membahas secara mendalam tentang pengaruh budaya patriarki terhadap kesetaraan gender di Indonesia. Budaya patriarki, yang menempatkan laki-laki dalam posisi superior dan perempuan dalam ranah domestik, masih sangat kuat dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan sosial budaya. Penulis menyoroti bahwa perempuan sering kali dibebani dengan pekerjaan rumah tangga yang berlebihan, yang menciptakan beban ganda bagi mereka. Salah satu poin penting yang diangkat adalah perlunya pendekatan integral dalam pemberdayaan perempuan. Terdapat tiga tahap yang diusulkan untuk mencapai pemberdayaan tersebut, yaitu rekonstruksi paradigma, penguatan kapasitas, dan advokasi kebijakan. Dengan mengubah cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan, diharapkan akan tercipta kesetaraan yang lebih baik.

Artikel ini menunjukkan beberapa temuan kunci terkait dampak budaya patriarki terhadap perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia:

  1. Dominasi Laki-laki: Budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Hal ini menyebabkan perempuan sering kali terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang sama dalam pengambilan keputusan.
  2. Marginalisasi Perempuan: Perempuan menjadi kelompok yang termarginalkan dalam banyak bidang, termasuk dalam pendidikan dan kebijakan publik. Proses marginalisasi ini dipengaruhi oleh norma-norma sosial, penafsiran ajaran agama, dan pendidikan yang tidak mendukung partisipasi perempuan.
  3. Dominasi Laki-laki: Budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Hal ini menyebabkan perempuan sering kali terpinggirkan dan tidak memiliki akses yang sama dalam pengambilan keputusan.
  4. Marginalisasi Perempuan: Perempuan menjadi kelompok yang termarginalkan dalam banyak bidang, termasuk dalam pendidikan dan kebijakan publik. Proses marginalisasi ini dipengaruhi oleh norma-norma sosial, penafsiran ajaran agama, dan pendidikan yang tidak mendukung partisipasi perempuan.
  5. Diskriminasi Gender: Diskriminasi berbasis gender menyebabkan perempuan mengalami eksploitasi dan kesulitan dalam berperan di ranah publik. Hal ini tidak hanya terjadi di dalam keluarga, tetapi juga dalam konteks masyarakat yang lebih luas.
  6. Pemberdayaan Perempuan: Penelitian ini menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan sebagai solusi untuk mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan. Terdapat tiga tahap yang diusulkan untuk pemberdayaan perempuan: rekonstruksi paradigma, penguatan kapasitas, dan advokasi kebijakan.
  7. Kesetaraan Gender: Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dianggap sebagai kunci untuk mengakhiri kemiskinan di kalangan perempuan. Dengan memberikan akses yang sama kepada perempuan dalam berbagai bidang, diharapkan akan tercipta masyarakat yang lebih adil dan seimbang.

Artikel ini mengacu pada beberapa teori dan konsep yang relevan dalam memahami isu patriarki dan kesetaraan gender. Berikut adalah beberapa teori yang dapat diidentifikasi:

  1. Teori Patriarki: Teori ini menjelaskan bagaimana sistem sosial dan budaya menempatkan laki-laki sebagai penguasa dan perempuan sebagai kelompok yang termarginalkan. Patriarki menciptakan struktur kekuasaan yang mendiskriminasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, dan social.
  2. Teori Gender: Teori ini berfokus pada perbedaan sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan, serta bagaimana peran gender dibentuk dan dipertahankan dalam masyarakat. Teori gender membantu menjelaskan mengapa kesenjangan gender terjadi dan bagaimana norma-norma sosial mempengaruhi perilaku dan kesempatan bagi perempuan.
  3. Teori Pemberdayaan Perempuan: Teori ini menekankan pentingnya memberdayakan perempuan untuk mengatasi ketidakadilan dan diskriminasi. Pemberdayaan perempuan mencakup akses yang setara terhadap pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan, yang semuanya penting untuk mencapai kesetaraan gender.
  4. Teori Interseksionalitas: Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam penelitian, konsep interseksionalitas dapat diimplikasikan. Teori ini mengakui bahwa pengalaman perempuan tidak dapat dipahami hanya melalui lensa gender, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti ras, kelas, dan usia yang dapat mempengaruhi posisi sosial mereka.
  5. Teori Pengarusutamaan Gender: Teori ini berkaitan dengan upaya untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam semua kebijakan dan program. Ini mencakup pengarusutamaan gender sebagai strategi untuk memastikan bahwa kebutuhan dan kepentingan perempuan diperhatikan dalam pengambilan keputusan.
  6. Teori Sosial Konstruktivisme: Teori ini berargumen bahwa identitas gender dan peran gender dibentuk melalui interaksi sosial dan budaya. Ini menunjukkan bahwa perubahan dalam norma dan nilai masyarakat dapat mengubah cara pandang terhadap gender dan kesetaraan.

Penelitian ini memberikan analisis yang mendalam tentang pengaruh budaya patriarki terhadap kehidupan perempuan, mencakup berbagai aspek seperti politik, ekonomi, dan sosial. Hal ini membantu pembaca memahami kompleksitas isu kesetaraan gender. Penulis juga menggunakan berbagai referensi dan sumber yang relevan untuk mendukung argumen yang disampaikan. Ini menambah kredibilitas dan keandalan informasi yang disajikan.

Penelitian ini secara jelas mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh perempuan dalam masyarakat patriarkal, seperti marginalisasi dan diskriminasi. Ini memberikan gambaran yang jelas tentang tantangan yang perlu diatasi. Selain mengidentifikasi masalah, penelitian ini juga menawarkan solusi konkret melalui pemberdayaan perempuan dan advokasi kebijakan. Ini menunjukkan pendekatan proaktif dalam menangani isu kesetaraan gender.

Topik yang diangkat sangat relevan dengan konteks sosial dan budaya di Indonesia, sehingga dapat menarik perhatian pembaca dan pemangku kepentingan untuk berkontribusi dalam perubahan sosial. Penggunaan metode studi kepustakaan memberikan struktur yang baik dalam penulisan, memungkinkan pembaca untuk mengikuti alur pemikiran penulis dengan mudah. Artikel ini meningkatkan kesadaran tentang kesenjangan gender yang masih ada di masyarakat, mendorong diskusi lebih lanjut dan tindakan nyata untuk mencapai kesetaraan. Secara keseluruhan, penelitian ini tidak hanya informatif tetapi juga memberikan wawasan dan solusi yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kesetaraan gender di masyarakat.